Pesawat N250 kini secara resmi sudah tidak akan
kembali mengudara. Pesawat yang selama ini tersimpan di hanggar PT Dirgantara
Indonesia (Persero) di Bandung ini telah dipindahkan dan menjadi koleksi Museum
Pusat Dirgantara Mandala (Muspusdirla) di Yogyakarta. Hal ini sesuai dengan Surat
Keputusan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (SKEP) Nomor 284/VIII/2020 tanggal 14
Agustus 2020 tentang Penugasan Penerimaan Hibah Pesawat PA01 N250.
            Pesawat
karya anak bangsa ini sempat menghebohkan dunia internasional ketika
diperkenalkan oleh B.J. Habibie di Paris Air Show 1989. Dengan sejumlah teknologi
mutakhir pada kala itu, N250 berhasil membuat para pesaingnya merasa was-was.
            6
tahun setelah perkenalannya di Paris Air Show, N250 berhasil mencatatkan
sejarah baru pada dunia kedirgantaraan nasional. Bertempat di bandara Husein Sastra
Negara, Bandung, pada hari Kamis, 10 Agustus 1995 berhasil mengudara untuk
pertama kalinya. Penerbangan perdana ini juga disaksikan langsung oleh presiden
Soeharto.
            2
tahun kemudian N250 melakukan penerbangan perdana ke luar negeri dengan tujuan
Paris untuk kembali mengikuti Paris Air Show. Bersama dengan CN235, hingga saat
ini N250 merupakan satu-satunya pesawat buatan Indonesia yang dapat mengudara
hingga Paris.
            Pesawat
N250 dikenal sebagai salah 1 pesawat paling canggih pada masanya. Dilansir dari
Kumparan.com (20/8/2020), Kadispen TNI AU, Marsma Fajar Adriyanto
menyampaikan beberapa teknologi mutakhir yang dimiliki sang Gatot Kaca. Apa saja
itu? Mari kita bahas.
1.     
Baling-baling
(Turboprop)
Secara umum, terdapat
2 jenis mesin penggerak yang biasa digunakan pada pesawat, yaitu baling-baling
(turboprop) dan mesin jet (turbojet). Pesawat yang menggunakan
baling-baling biasa digunakan untuk penerbangan jarak pendek (regional
flight) dan menghasilkan emisi karbon lebih rendah.
Dilansir dari
laman airliners.net pesawat N250 menggunakan 2 baling-baling Allison AE
2100C dengan 6 pedang. Baling-baling ini dapat menggerakkan pesawat hingga
kecepatan 330 knot dan ketinggian 25000ft. Sebagai pembanding, pesawat komersil
dengan baling-baling yang banyak digunakan di dunia saat ini, ATR 72-200,
memiliki kecepatan maksimal 284 knot dengan ketinggian 15000ft.
2.     
Fly-by-wire
Pada pesawat zaman
dulu, sistem pengendaliannya masih dilakukan secara manual. Roda kemudi pada
kokpit masih tersambung secara mekanik dengan bagian-bagian penggerak lain pada
pesawat. Hal ini mengakibatkan input dari pilot merupakan hal yang sangat vital
pada sistem kemudi pesawat.
Dengan teknologi fly-by-wire
sistem kemudi ini sudah dirubah dengan memanfaatkan sistem elektrik. Input dari
pilot akan diubah menjadi sinyal elektrik dan diteruskan menggunakan kabel
menuju komputer. Komputer akan mengolah data tersebut sehingga pesawat dapat
bergerak sesuai input dengan optimal.
Selain itu, pada fly-by-wire,
input dari pilot bukan merupakan satu-satunya hal yang diperhitungkan dalam pergerakan
pesawat. Komputer juga akan menerima dan membaca data dari berbagai sensor yang
ada di pesawat untuk menghasilkan pergerakan pesawat yang aman dan optimal.
Berdasarkan keterangan
Kadispen TNI AU, Marsma Fajar Adriyanto pada kompas petang Jumat, 21 Agustus
2020, diketahui bahwa N250 adalah pesawat baling-baling pertama yang mengaplikasikan
sistem fly-by-wire.
3.     
Glass Cockpit
Kokpit merupakan
bagian paling vital dalam pesawat. Pada kokpit, terdapat berbagai macam instrumen
dan indikator yang digunakan pilot untuk membantu mengemudikan pesawat selama
penerbangan.
Analog
kokpit (kiri) dan glass cockpit (kanan)
Pada pesawat zaman
dulu, indikator ini masih beroperasi secara analog dengan jarum penunjuk. Indikator
berbentuk lingkaran ini tentunya tidak hanya berjumlah 1 buah, melainkan
terdapat beberapa indikator yang memiliki fungsi berbeda seperti menunjukkan
kecepatan, ketinggian, dan lain sebagainya.
Pada teknologi glass
cockpit, indikator ini sudah dirubah menjadi layar digital berbentuk
persegi. Glass cockpit juga dapat menampilkan informasi lebih banyak seperti
keadaan cuaca atau peta navigasi. Selain itu, karena sistem pengoperasiannya yang
dilakukan secara digital, maka pilot dapat memilih informasi apa saja yang perlu
ditampilkan sehingga dapat bekerja lebih fokus.
4.     
Engine-Indicating and Crew-Alerting-System (EICAS)
 EICAS sangat berkaitan dengan teknologi
glass cockpit. Layar EICAS terletak di tengah-tengah antara kokpit pilot
dan kokpit kopilot (ditunjukkan oleh persegi hijau dalam gambar di atas).
Secara umum layar EICAS
terdiri dari 2 bagian. Bagian pertama berfungsi untuk menunjukkan performa indikator
mesin dan instrumen pesawat (engine-indicating) seperti status gigi pendaratan
dan flaps. Sedangkan pada bagian kedua menampilkan peringatkan jika terdapat
kesalahan atau kerusakan pesawat (crew-alerting-system) atau kondisi
penting lainnya. Pada gambar di atas, bagian di dalam persegi hijau adalah crew-alerting-system,
sedangkan di luarnya adalah engine-indicating.
5.     
Full Authority Digital Electronic Control (FADEC)
FADEC merupakan suatu sistem yang terdiri dari komputer
digital yang disebut Electronic Engine Controller (EEC) dan
beberapa bagian lain yang bertugas untuk mengontrol segala aspek mengenai
performa mesin penerbangan.
FADEC bekerja dengan menerima berbagai macam variabel input
pada penerbangan seperti densitas udara, temperatur dan tekanan mesin, dan lain
sebagainya. Variabel input tersebut kemudian akan diteruskan dan diolah oleh EEC.
EEC kemudian akan mengatur berbagai macam parameter operasi mesin
seperti aliran bahan bakar dan sistem buang angin sehingga menghasilkan operasi
pesawat yang efisien.
Sebenarnya masih
terdapat beberapa teknologi lainnya pada pesawat N250 seperti Variable Speed
Constant Frequency (VSCF) generator yang biasa dipakai dalam pesawat
tempur dan saat itu baru diaplikasikan pada B737-500 dan lain sebagainya yang belum
kita bahas.
Melihat berbagai
macam kecanggihan dan keunggulan teknologi N250 pada saat itu sepertinya wajar jika
sebagian masyarakat merasa sedih dan sayang melihat sang Gatot Kaca kini
tersimpan di museum. Namun kita tidak boleh berlarut-larut dalam perasaan itu. Kita
juga tidak perlu sibuk mencari “kambing hitam” atas kegagalan kejayaan N250.
Salah 1 mimpi B.J.
Habibie adalah membawa Indonesia berjaya di bidang dirgantara. Jika kita ingin
melihat mimpi ini terwujud, maka yang perlu kita lakukan ialah belajar dan
berusaha keras untuk mewujudkannya.
Jika ingin
berkontribusi langsung dalam pengembangan pesawat, kita dapat menempuh pendidikan
di bidang teknik penerbangan, teknik, mesin, teknik listrik, dan lain sebagainya.
Jika kita merasa politik
dan birokrasi yang lalu bermasalah, maka kita dapat menempuh pendidikan politik
agar di masa depan dapat menjadi orang yang memiliki hak untuk membuat dan
mengatur birokrasi.
Jika kita merasa dalam
pengembangan pesawat memiliki dana yang kurang, kita bisa dapat belajar ekonomi
atau berwira usaha agar kelak dapat membantu pendanaan pesawat-pesawat karya
anak bangsa lainnya.
Banyak hal yang
dapat kita lakukan untuk membantu terwujudnya kejayaan Indonesia di bidang
dirgantara. Kita dapat memilih untuk membantu mewujudkannya sesuai dengan
keahlian yang kita miliki. Sekarang pilihannya ada di tangan kita.
Okee sekian dulu pembahasan kali ini. Semoga
bermanfaat. Salam~









Comments
Post a Comment