Skip to main content

LEASING, CARA MASKAPAI MEMILIKI PESAWAT

            Akhir bulan September lalu Lion Air sempat mejadi pusat perhatian publik Indonesia. Maskapai berbiaya murah itu tengah menghadapi tuntutan hukum di pengadilan Inggris oleh perusahaan penyewaan (lessor) pesawat Goshawk Aviation Ltd. Dikutip dari cnbcindondsia.com (24/09/2020), Goshawk Aviation Ltd menuntut Lion Air karena maskapai itu berhutang pembayaran sewa tujuh jet Boeing senilai £10 juta (Rp 189 miliar).

            Namun tuntutan ini bukan hanya dihadapi oleh Lion Air saja. Sejumlah maskapai di dunia, termasuk Garuda Indonesia juga menghadapi kasus serupa dengan lessor yang berbeda-beda. Pandemi COVID-19 memang telah menghantam dunia penerbangan dengan cukup keras. Penutupan perbatasan di hampir seluruh negara menyebabkan jumlah penerbangan menurun drastis dari kondisi sebelumnya. Kondisi keuangan maskapai pun menjadi terganggu sehingga berdampak pada kesulitan pembayaran sejumlah kewajiban, termasuk pembayaran sewa pesawat.

            Mengapa maskapai perlu menyewa (leasing) pesawat? Bagaimana sewa pesawat pada maskapai bekerja? Mari kita bahas.

1.      Leasing bagi Maskapai

 

Bayangkan Anda adalah seorang pebisnis yang memiliki perusahaan maskapai penerbangan. Anda ingin mengembangkan usaha dengan cara membuka rute penerbangan jarak jauh dengan menggunakan pesawat Boing 787 terbaru. Untuk dapat memiliki pesawat ini, Anda memiliki 2 pilihan cara.

Pilihan pertama ialah membelinya langsung ke Boeing. 1 unit pesawat Boeing 787 memiliki harga sebesar $240 juta (harga berdasarkan simpleflying.com). Jika Anda memiliki dana yang cukup, maka cara ini dapat Anda pilih karena dengan membelinya secara langsung maka sudah tidak perlu lagi memikirkan beban yang akan ditanggung berikutnya.

Pesawat Boeing 787

Pilihan kedua adalah menyewanya kepada lessor. Saat ini 1 unit pesawat Boeing 787 memiliki biaya sewa sekitar $1 juta per bulan. Harga ini tentunya jauh lebih murah jika dibandingkan membelinya secara langsung ke Boeing. Dana hasil selisih harga ini dapat Anda gunakan untuk keperluan pengembangan maskapai lainnya seperti pembukaan rute baru, meningkatkan fasilitas dan kenyamanan penumpang, dan lain sebagainya.

Pesawat yang Anda sewa dari lessor juga akan tiba lebih cepat jika dibanding membelinya ke produsen pesawat. Hal ini dikarenakan antrean produksi pesawat saat ini sudah sangat panjang dan memerlukan waktu bertahun-tahun untuk sampai ke tangan maskapai. Meski demikian, hal yang perlu diingat ketika akan menyewa pesawat ialah total harga akhir penyewaan dapat menjadi lebih besar daripada harga beli pesawat.

2.      Leasing bagi Lessor

 

Pasar persewaan pesawat jet penumpang merupakan pasar yang memiliki perkembangan cukup pesat. Berdasarkan Wikipedia, pada tahun 1976 hanya ada kurang dari 2% dari total pesawat yang ada yang merupakan pesawat sewaan. Jumlah ini meningkat menjadi 15% tahun 1990, 25% pada 2000, dan 40% pada 2017. Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya industri penerbangan. Hal ini lah yang berusaha dimanfaatkan oleh lessor.

Lessor biasa memesan pesawat dalam jumlah banyak sekaligus. Hal ini bertujuan untuk memperoleh potongan harga dari pihak produsen. Kemudian pesawat-pesawat tersebut akan dijual dengan harga normal (atau bahkan dinaikkan) sehingga lessor memperoleh keuntungan. Selain itu, dengan memesan pesawat dalam jumlah banyak sekaligus maka akan meningkatkan jumlah dan waktu produksi pesawat sehingga secara tidak langsung menciptakan kondisi dimana maskapai harus menyewa pesawat agar lebih cepat sampai dan dapat dioperasikan.

 

AerCap, GECAS, dan Avolon

Lessor akan membayar pesawat secara tunai kepada produsen (sesuai dengan kesepakatan kontrak). Hal ini tentunya sangat bermanfaat bagi produsen pesawat karena mereka memerlukan uang sesegera mungkin untuk memproduksi pesawat dan biaya riset.

Beberapa lessor terbesar di dunia antara lain adalah AerCap dengan 1153 armada pesawat, GECAS dengan 931 armada, dan Avolon dengan 546 armada.

3.      Jenis-jenis Leasing

Terdapat beberapa jenis leasing yang dapat dipilih oleh maskapai yang dapat disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan. Jenis-jenis tersebut adalah sebagai berikut.

3.1              Sewa Kering (Dry Lease)

 

Sewa kering (dry lease) merupakan jenis leasing yang paling sering dijumpai. Pada sewa kering, maskapai hanya akan menyewa pesawat saja tanpa menyewa kru pesawat, kru darat, dan lain sebagainya. Durasi sewa pada sewa kering dapat berlangsung selama beberapa tahun sesuai dengan kesepakatan antara lessor dengan maskapai. Biasanya pada sewa kering terdapat kesepakatan dimana pada akhir masa sewa pesawat akan menjadi milik maskapai.

3.2              Sewa Basah (Wet Lease)

 

Pada sewa basah (wet lease) maskapai akan menyewa pesawat dan segala keperluannya seperti kru, petugas perawatan, dan asuransi (Aircfraft, Crew, Maintenance, and Insurance atau ACMI). Sewa basah biasanya hanya dilakukan selama periode tertentu ketika permintaan meningkat dan maskapai kesulitan memenuhinya, seperti pada saat masa liburan.

3.3              Sewa Lembab (Damp Lease)

Sewa lemabab adalah jenis sewa dimana lessor menyewakan sebagian keperluan seperti pesawat dan pilot saja sedangkan maskapai menyediakan awak kabin, petugas perawatan, dan lain sebagainya. Sewa lembab banyak dilakukan di Inggris.

 

 

Menyewa pesawat memang menawarkan sejumlah keuntungan bagi maskapai, seperti menurunkan biaya untuk menambah armada sehingga maskapai dapat lebih mudah berkembang. Namun keputusan untuk membeli atau menyewa pesawat merupakan keputusan yang harus dipertimbangkan matang-matang. Jika maskapai tidak memiliki 1 pun pesawat yang merupakan milik sendiri, maka maskapai tersebut akan menghadapi masalah ekonomi yang berat jika ada larangan terbang secara massal seperti pada saat pandemi seperti ini.

Okee sekian dulu pembahasan kali ini. Semoga bermanfaat. Salam~

Comments

Popular posts from this blog

OMNIBUS LAW DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENERBANGAN INDONESIA

              Selasa, 5 Oktober 2020 menjadi hari yang bersejarah bagi bangsa Indonesia. Anggota DPR telah mensahkan RUU Omnibus Law melalui sidang paripurna. Beragam reaksi dan kecaman pun bermunculan. Suara-suara penolakan bergema di jagat media sosial Indonesia.             RUU Omnibus Law memang mencakup berbagai macam sektor yang berkaitan dengan ketenagakerjaan, termasuk sektor penerbangan. RUU Omnibus Law akan mengubah, menghapus, atau menetapkan peraturan baru yang diatur dalam UU No. 1/2009 tentang penerbangan. Apa saja pengaruhnya dalam dunia penerbangan? Mari kita bahas. 1.       Tugas Besar Pemerintah Pusat   Pasal 130 RUU Omnibus Law terkait UU Penerbangan Sejumlah tugas besar terkait penerbangan Indonesia tengah menanti Pemerintah Pusat seiring dengan disahkannya RUU Omnibus Law . Tugas-tugas seperti sertifikasi kela...

B737 MAX: KETIKA MENGEJAR EKONOMI BERUJUNG TRAGEDI

            Senin, 29 Oktober 2018 menjadi hari yang menggemparkan bagi masyarakat Indonesia. pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan JT610 tujuan bandara Depati Amir, Pangkal Pinang dilaporkan hilang kontak pada pukul 06.33 WIB tak lama setelah lepas landas dari bandara Soekarno-Hatta, Jakarta. Sejumlah personel gabungan pun langsung diterjunkan guna mencari keberadaan pesawat tersebut. Setelah melakukan pencarian secara intensif, pesawat tersebut ditemukan jatuh di perairan Karawang, Laut Jawa. Tidak ada satu pun penumpang maupun awak kabin yang selamat pada kejadian tersebut.             5 bulan kemudian, tepatnya pada 10 Maret 2019, kecelakaan pesawat kembali terjadi. Kali ini pesawat Ethiopian Airlines dengan nomor penerbangan ET302 dengan tujuan Nairobi, Kenya jatuh setelah 6 menit lepas landas dari bandara di Addis Ababa, Etiopia. Seluruh penumpang dan awak kabin di...