Skip to main content

MEMANTAU PESAWAT DI UDARA

      

        Langit merupakan salah 1 tempat paling sibuk dan ramai. Dikutip dari kontan.co.id (11/5/2020) Vice Presiden of Corporate Communications PT Angkasa Pura II (Persero) Yado Yarismano menyatakan bahwa pada kondisi normal (sebelum pandemi COVID-19) terdapat 1200 pesawat yang berlalu lalang di Bandara Internasional Soekarno-Hatta dan Bandara Internasional Kualanamu tiap harinya dengan jumlah penumpang mencapai 18 ribu hingga 20 ribu orang. Banyaknya jumlah penerbangan dan penumpang ini menyebabkan perlu adanya sesuatu untuk mengatur lalu lintas di udara agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

            Pada dunia penerbangan, tugas ini dipercayakan kepada para petugas Air Traffic Control (ATC). Salah 1 tugas utama petugas ATC ialah menjaga jarak aman pesawat (separation) di udara, yaitu 5NM (9,26km) secara horizontal dan 1000ft (305m) secara vertikal. Untuk dapat melakukan hal tersebut, petugas ATC perlu memantau posisi pesawat di udara secara real time.

            Hal tersebut tentunya tidak dapat dilakukan menggunakan mata telanjang, mengingat luasnya ruang udara yang perlu dipantau dan ketinggian penerbangan yang dapat mencapai 36000ft bahkan lebih. Petugas ATC memerlukan beberapa peralatan dan teknologi canggih untuk dapat melakukan tugasnya tersebut. Apa saja peralatan dan teknologi yang dibutuhkan? Mari kita bahas.

1.      Radar

Radar PSR dan SSR

Radar (RAdio Detection And Ranging) merupakan salah 1 peralatan yang digunakan oleh petugas ATC untuk memantau pergerakan pesawat di udara. Prinsip kerja radar pada dasarnya ialah memanfaatkan pantulan kembali gelombang radio oleh pesawat untuk mengetahui posisinya di udara. Dalam navigasi penerbangan, terdapat 2 jenis radar yang digunakan oleh petugas ATC, yaitu sebagai berikut.

1.1.Primary Surveillance Radar (PSR)


Cara kerja PSR

Pada PSR atau radar pengawasan primer, radar akan memancarkan gelombang radio bertegangan tinggi. Ketika gelombang tersebut mengenai pesawat, maka sinyal tersebut akan dipantulkan dan ditangkap kembali oleh PSR sehingga posisi pesawat dapat diketahui.

Dalam dunia modern, PSR hanya dijadikan radar pelengkap atau cadangan saja. Hal ini dikarenakan PSR hanya dapat mengetahui posisi pesawat secara horizontal dan petugas ATC tidak dapat mengetahui ketinggiannya. Selain itu gelombang PSR juga akan terpantul jika mengenai berbagi benda seperti burung dan pepohonan sehingga dapat mengacaukan pengamatan.

1.2.Secondary Surveillance Radar (SSR)

Cara kerja SSR

Prinsip kerja SSR atau radar pengamatan sekunder memanfaatkan radar pemancar yang berada di darat (interrogator/receiver) dan alat bernama transponder yang berada di pesawat.

Interrogator akan mengirimkan gelombang radio ke udara yang berisi beberapa “pertanyaan” pada frekuensi 1030 MHz. Transponder yang menangkapnya akan mengirimkan informasi sesuai “pertanyaan” dan memancarkannya kembali kepada SSR pada frekuensi 1090MHz.

SSR memiliki beberapa kelebihan dibanding PSR seperti dapat mengetahui posisi, ketinggian, kecepatan, dan berbagai informasi lainnya mengenai pesawat yang sedang berada di udara. Selain itu, gelombang dari SSR hanya akan terpantulkan kembali jika terkena transponder sehingga hasil pemantauannya lebih akurat.

2.      Automatic Dependent Surveillance - Broadcast (ADS-B)

Pemantauan pesawat menggunakan radar sangat bergantung pada struktur permukaan bumi. Apabila pesawat berada di daerah pegunungan, gelombang radio dari radar akan mengenai permukaan gunung sehingga sulit ditangkap oleh pesawat. Bila pesawat berada di lautan atau samudera yang luas, gelombang radio yang ditransmisikan tidak dapat menjangkaunya.

Cara kerja ADS-B

Berbeda dengan radar yang mengandalkan stasiun pemancar di darat, ADS-B memanfaatkan satelit yang ada di ruang angkasa untuk mengetahui posisi dan info lainnya mengenai pesawat di udara. Pesawat akan menyampaikan berbagai informasi seperti posisi, ketinggian, dan kecepatan kepada satelit. Informasi tersebut kemudian dapat diunduh oleh petugas ATC serta pesawat lain yang berada di sekitarnya.


Screenshoot flightradar24

Jika anda menggunakan aplikasi flightradar24 untuk melalukan plane spotting atau memantau pesawat, maka anda akan menjumpai beberapa pesawat dengan ikon berwarna biru. Pesawat dengan ikon berwarna biru ini adalah pesawat yang dipantau dengan menggunakan teknologi ADS-B.

 

Perkembangan teknologi yang ada telah membantu pemantauan dan navigasi pada pesawat menjadi lebih mudah dan akurat. Pilot dan penumpang kini tak perlu lagi takut tersesat di udara. Selain itu, dengan berkembangnya teknologi pemantauan dan navigasi diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pergerakan pesawat di bandara tanpa menurunkan standar keamanan.

Okee sekian dulu pembahasan kali ini. Semoga bermanfaat. Salam~

Comments

Popular posts from this blog

OMNIBUS LAW DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENERBANGAN INDONESIA

              Selasa, 5 Oktober 2020 menjadi hari yang bersejarah bagi bangsa Indonesia. Anggota DPR telah mensahkan RUU Omnibus Law melalui sidang paripurna. Beragam reaksi dan kecaman pun bermunculan. Suara-suara penolakan bergema di jagat media sosial Indonesia.             RUU Omnibus Law memang mencakup berbagai macam sektor yang berkaitan dengan ketenagakerjaan, termasuk sektor penerbangan. RUU Omnibus Law akan mengubah, menghapus, atau menetapkan peraturan baru yang diatur dalam UU No. 1/2009 tentang penerbangan. Apa saja pengaruhnya dalam dunia penerbangan? Mari kita bahas. 1.       Tugas Besar Pemerintah Pusat   Pasal 130 RUU Omnibus Law terkait UU Penerbangan Sejumlah tugas besar terkait penerbangan Indonesia tengah menanti Pemerintah Pusat seiring dengan disahkannya RUU Omnibus Law . Tugas-tugas seperti sertifikasi kela...

B737 MAX: KETIKA MENGEJAR EKONOMI BERUJUNG TRAGEDI

            Senin, 29 Oktober 2018 menjadi hari yang menggemparkan bagi masyarakat Indonesia. pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan JT610 tujuan bandara Depati Amir, Pangkal Pinang dilaporkan hilang kontak pada pukul 06.33 WIB tak lama setelah lepas landas dari bandara Soekarno-Hatta, Jakarta. Sejumlah personel gabungan pun langsung diterjunkan guna mencari keberadaan pesawat tersebut. Setelah melakukan pencarian secara intensif, pesawat tersebut ditemukan jatuh di perairan Karawang, Laut Jawa. Tidak ada satu pun penumpang maupun awak kabin yang selamat pada kejadian tersebut.             5 bulan kemudian, tepatnya pada 10 Maret 2019, kecelakaan pesawat kembali terjadi. Kali ini pesawat Ethiopian Airlines dengan nomor penerbangan ET302 dengan tujuan Nairobi, Kenya jatuh setelah 6 menit lepas landas dari bandara di Addis Ababa, Etiopia. Seluruh penumpang dan awak kabin di...

LEASING, CARA MASKAPAI MEMILIKI PESAWAT

            Akhir bulan September lalu Lion Air sempat mejadi pusat perhatian publik Indonesia. Maskapai berbiaya murah itu tengah menghadapi tuntutan hukum di pengadilan Inggris oleh perusahaan penyewaan (lessor) pesawat Goshawk Aviation Ltd. Dikutip dari cnbcindondsia.com (24/09/2020), Goshawk Aviation Ltd menuntut Lion Air karena maskapai itu berhutang pembayaran sewa tujuh jet Boeing senilai £10 juta (Rp 189 miliar).             Namun tuntutan ini bukan hanya dihadapi oleh Lion Air saja. Sejumlah maskapai di dunia, termasuk Garuda Indonesia juga menghadapi kasus serupa dengan lessor yang berbeda-beda. Pandemi COVID-19 memang telah menghantam dunia penerbangan dengan cukup keras. Penutupan perbatasan di hampir seluruh negara menyebabkan jumlah penerbangan menurun drastis dari kondisi sebelumnya. Kondisi keuangan maskapai pun menjadi terganggu sehingga berdampak pada kesul...