Langit merupakan daerah yang sangat luas. Untuk menggambarkan
betapa luasnya langit, ada sebuah ungkapan yang mengatakan bahwa Indonesia
terdiri dari 1/3 daratan, 2/3 lautan, dan 3/3 udara. Meski langit memiliki
daerah yang sangat luas, namun tidak ada hal yang dapat dilihat selain awan atau
fenomena cuaca lainnya. Oleh karena itu, diperlukan sistem navigasi yang
canggih untuk mengatur lalu lintas di udara.
            Sistem
navigasi di darat dan udara cukup berbeda. Ketika berada di darat, kita dapat
bergerak dari 1 tempat ke tempat lain menggunakan jalan yang sudah tersedia. Jika
tidak mengetahui arah menuju suatu lokasi, kita dapat menggunakan peta atau
aplikasi seperti Google Maps atau Waze. Alat-alat tersebut akan
menunjukkan rute yang dapat ditempuh, termasuk nama jalan, kapan kita harus
berbelok, serta gedung atau struktur geografi yang bisa dijadikan acuan.
            Ketika
seorang pilot berada di pesawat yang sedang terbang, nama jalan, tikungan, dan
gedung atau struktur geografi tersebut tentu tidak dapat dilihat (mengingat ketinggian
penerbangan yang dapat mencapai puluhan ribu kaki) sehingga tidak dapat
dijadikan acuan. Lantas bagaimana caranya pilot mengemudikan pesawat dengan
selamat sampai tempat tujuan tanpa tersesat? Mari kita bahas.
Waypoint AGUNG di Bali (kiri) dan MERAK di Banten (kanan) Sumber: skyvector.com
            Ketika
berada di udara, pilot menggunakan titik koordinat GPS yang sudah disepakati
secara internasional sebagai acuan navigasi. Titik koordinat GPS ini biasa
disebut waypoint. Terdapat banyak sekali waypoint yang tersebar
di seluruh dunia. Untuk membedakan antar 1 sama lain, waypoint ini diberi
nama yang terdiri dari 5 huruf dan dapat dengan mudah dibaca atau diucapkan. Penamaan
ini biasanya mengacu pada ciri khas pada daerah tersebut seperti waypoint AGUNG
di Bali dan MERAK di Banten.
            Jika kita
menghubungkan antara 2 waypoint yang berdekatan, maka kita akan menemukan
suatu garis lurus yang berbentuk seperti jalan yang disebut airway. Tiap
airway ini juga memiliki nama yang biasanya terdiri dari huruf dan
angka. Gabungan dari beberapa airway ini akan menghasilkan struktur yang
nampak seperti “jalan raya” di udara. Ini lah yang digunakan oleh pilot sebagai
navigasi di udara sehingga tidak tersesat ketika terbang dari 1 lokasi ke
lokasi lainnya.
Peta navigasi udara Banten Sumber: skyvector.com
            Jika kita
melihat peta navigasi udara daerah Banten di atas, maka kita dapat melihat waypoint
GUGUS diikuti dengan tulisan V1 serta angka 16 di sebelah kiri waypoint MERAK
dan waypoint SERAN yang diikuti dengan tulisan V1 dan angka 13 di
sebelah kanan waypoint MERAK. Tulisan V1 yang berada di dalam kotak
hitam merupakan nama dari airway pada rute tersebut. Sedangkan angka
yang tertera di bawahnya merupakan jarak antara waypoint dalam satuan nautical
mile (NM). 
Penerbangan menuju arah Barat pada ketinggian 38000 ft
(kiri) dan penerbangan menuju arah Timur pada ketinggian 35000 ft (kanan) Sumber: flightradar24
            Selain
itu, untuk meningkatkan keamanan navigasi di udara, maka dibuat kesepakatan
mengenai ketinggian penerbangan untuk pesawat yang bergerak menuju arah Barat
dengan pesawat yang bergerak menuju arah Timur. Untuk pesawat yang menuju arah
Barat, ketinggian penerbangan berada pada angka genap (34000 ft, 36000 ft,
38000 ft, dll). Sedangkan untuk pesawat yang menuju arah Timur, ketinggian
penerbangannya berada pada angka ganjil (33000 ft, 35000 ft, 37000 ft, dll). Dengan
begitu jarak separasi minimal sebesar 1000 ft secara vertikal dapat tetap
terjaga.
            Dunia
navigasi udara memang merupakan suatu sistem yang cukup kompleks dan memiliki
banyak aturan yang ketat dan mengikat. Pembahasan kali ini hanyalah sebagian
kecil tentang navigasi udara. Hal ini diperlukan untuk menjamin keamanan dan
keselamatan selama penerbangan sehingga penumpang tidak perlu merasa ragu atau
takut melakukan perjalanan.
Okee
sekian dulu pembahasan kali ini. Semoga bermanfaat. Salam~


Comments
Post a Comment