Skip to main content

GARUDA DAN PELINDUNG WAJAH (FACE SHIELD)


sumber: instagram Garuda Indonesia

            Beberapa hari terakhir media Indonesia diramaikan dengan berita mengenai rencana Garuda Indonesia menggantikan masker wajah dengan penutup muka (face shield). Apa sebenarnya yang terjadi? Bagaimana aturan mengenai penggunaan penutup wajah (face covering) pada penerbangan selama masa adaptasi kebiasaan baru? Bagaimana respon Garuda setelahnya? Mari kita bahas.

A.    Rencana Penggunaan Face Shield

Garuda Indonesia beberapa hari ini sedang menjadi sorotan di berbagai media. Pasalnya maskapai nasional kebanggaan Indonesia mengumumkan rencana penggatian penggunaan masker wajah bagi awak kabin dengan pelindung wajah (face schield).

Dilansir dari Kompas.com (16/06/2020) Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputera menyatakan bahwa renacana tersebut diusung setelah maskapai tersebut mendapatkan keluhan dari penumpang.

Penumpang mengeluhkan masker wajah yang digunakan oleh awak kabin membuat mereka tidak dapat melihat apakah awak kabin sedang tersenyum atau mencibir ketika memberikan pelayanan.

Oleh karena itu, Irfan berencana mengubah kewajiban penggunaan APD menjadi face shield secara bertahap. Irfan berharap langkah tersebut dapat membuat pihaknya memnerikan rasa nyaman bagi penumpang dengan tetap menjamin protocol kesehatan tetap dilaksanakan.

B.     SE 13 Tahun 2020 Kementerian Perhubungan

Di Indonesia, peraturan mengenai Operasional Transortasi Udara dalam Masa Kegiatan Masyarakat Produktif dan Aman COVID-19 diatur dalam beberapa peraturan, salah 1 nya pada Surat Edaran Kementerian Perhubungan no. 13 tahun 2020.

Pada Surat Edaran tersebut disebutkan bahwa awak kabin yang bertugas harus menggunakan masker dan sarung tangan selama bertugas sebagai perlindungan diri. Pengecualian diberikan apabila perlu menggunakan keadaan darurat dan masker tersebut dapat mengganggu kemampuannya untuk tugas keselematan.

Dalam Surat Edaran tersebut penggunaan pelindung wajah (face shield) digunakan ketika penanganan penumpang dengan gejala COVID-19 di pesawat udara.

C.    Himbauan Internasional

Pada 19 Mei 2020 Asosiasi Transportasi Udara Internasional (International Air Transport Association/IATA) merilis Biosecurity for Air Transport: A Roadmap for Restarting Aviation yang berisi mengenai panduan mengenai tata cara pengangkutan penumpang sejak sebelum penerbangan (pre-flight) hingga sampai di bandara tujuan, melewati  petugas imigrasi, dan transit.

Pada panduan tersebut dijelaskan bahwa seluruh awak dalam penerbangan dihimbau mengenakan masker non-bedah. Sementara bagi penumpang hanya diwajibkan mengenakan penutup wajah (face covering).

Sementara itu dalam Take-off: Guidance for Air Travel through the COVID-19 Public Health Crisis yang diterbitkan oleh ICAO menyatakan bahwa penutup wajah dan masker harus digunakan sesuai dengan panduan kesehatan publik yang berlaku. Adapun jenis penutup wajah (bedah atau non-bedah) disesuaikan dengan tingkat resikonya.

D.    Efisiensi Pelindung Wajah (Face Shield)

Salah 1 pertanyaan yang timbul dalam penggunaan face shield ialah mengenai keefektifannya dalam menyaring cipratan atau paparan droplet.

Pada tahun 2016, Raymond J. Roberge melakukan penelitian berjudul “Face Shields for Infection Control: A Review” yang dimuat pada Journal of Occupational and Enviromental Hygiene.

Pada penelitian tersbut, menggunakan simulator aerosol batuk berisikan virus influenza (ukuran diameter aerosol 8.5μm) dan simulator pernafasan, diperoleh hasil bahwa face shield dapat mengurangi resiko paparan inhasalasi sebanyak 96% hingga 92% sesaat setelah terjadi batuk.

Namun prosentase ini berkurang menjadi 68% ketika diameter ukuran aerosol dikecilkan menajdi 3.4μm. Prosentase ini semakin menurun hingga menjadi 23% setelah 1-30 menit terjadinya batuk.

Dalam penelitian tersebut juga disebutkan bahwa face shield tidak seharusnya digunakan sebagai pelindung pernafasan utama karena butiran aerosol masih dapat menyebar. Penggunaan masker wajah juga diperlukan guna meningkatkan resiko menyebarnya butiran aerosol.

E.     Respon Garuda

Tidak ingin mebiarkan polemik ini berlarut-larut, Garuda Indonesia segera memberikan respon.

Melalui website resminya, pada 19 Juni 2020 Garuda Indoensia menyatakan bahwa Garuda Indonesia senantiasa menerapkan protokol kesehatan pada selutuh lini opeasional penerbangan, termasuk melalui penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) bagi awak kabin sesuai dengan standar yang telah ditetapkan regulator untuk menjamin kenyamanan dan keamanan penumpang maupun awak kabin yang bertugas.

“Saat ini kami juga tengah mempersiapkan penggunaan APD penunjang lainnya seperti face shield hingga rencana penggunaan apron sekali pakai untuk awak kabin ketika menyajikan makanan kepada penumpang.” kata Ifan Setiaputera.

Adapun terkait pemberitaan penggunaan masker wajah awak kabin yang digantikan dengan face shield, Garuda Indonesia menyampaikan bahwa rencana penggunaan face shield bagi awak kabin pada prinsipnya merupakan APD pelengkap/tambahan bagi awak kabin dan tidak menggantikan masker wajah yang saat ini telah digunakan.

Okee sekian dulu pembahasan kali ini. Semoga bermanfaat. Salam~

 

 


Comments

Popular posts from this blog

OMNIBUS LAW DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENERBANGAN INDONESIA

              Selasa, 5 Oktober 2020 menjadi hari yang bersejarah bagi bangsa Indonesia. Anggota DPR telah mensahkan RUU Omnibus Law melalui sidang paripurna. Beragam reaksi dan kecaman pun bermunculan. Suara-suara penolakan bergema di jagat media sosial Indonesia.             RUU Omnibus Law memang mencakup berbagai macam sektor yang berkaitan dengan ketenagakerjaan, termasuk sektor penerbangan. RUU Omnibus Law akan mengubah, menghapus, atau menetapkan peraturan baru yang diatur dalam UU No. 1/2009 tentang penerbangan. Apa saja pengaruhnya dalam dunia penerbangan? Mari kita bahas. 1.       Tugas Besar Pemerintah Pusat   Pasal 130 RUU Omnibus Law terkait UU Penerbangan Sejumlah tugas besar terkait penerbangan Indonesia tengah menanti Pemerintah Pusat seiring dengan disahkannya RUU Omnibus Law . Tugas-tugas seperti sertifikasi kela...

B737 MAX: KETIKA MENGEJAR EKONOMI BERUJUNG TRAGEDI

            Senin, 29 Oktober 2018 menjadi hari yang menggemparkan bagi masyarakat Indonesia. pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan JT610 tujuan bandara Depati Amir, Pangkal Pinang dilaporkan hilang kontak pada pukul 06.33 WIB tak lama setelah lepas landas dari bandara Soekarno-Hatta, Jakarta. Sejumlah personel gabungan pun langsung diterjunkan guna mencari keberadaan pesawat tersebut. Setelah melakukan pencarian secara intensif, pesawat tersebut ditemukan jatuh di perairan Karawang, Laut Jawa. Tidak ada satu pun penumpang maupun awak kabin yang selamat pada kejadian tersebut.             5 bulan kemudian, tepatnya pada 10 Maret 2019, kecelakaan pesawat kembali terjadi. Kali ini pesawat Ethiopian Airlines dengan nomor penerbangan ET302 dengan tujuan Nairobi, Kenya jatuh setelah 6 menit lepas landas dari bandara di Addis Ababa, Etiopia. Seluruh penumpang dan awak kabin di...

LEASING, CARA MASKAPAI MEMILIKI PESAWAT

            Akhir bulan September lalu Lion Air sempat mejadi pusat perhatian publik Indonesia. Maskapai berbiaya murah itu tengah menghadapi tuntutan hukum di pengadilan Inggris oleh perusahaan penyewaan (lessor) pesawat Goshawk Aviation Ltd. Dikutip dari cnbcindondsia.com (24/09/2020), Goshawk Aviation Ltd menuntut Lion Air karena maskapai itu berhutang pembayaran sewa tujuh jet Boeing senilai £10 juta (Rp 189 miliar).             Namun tuntutan ini bukan hanya dihadapi oleh Lion Air saja. Sejumlah maskapai di dunia, termasuk Garuda Indonesia juga menghadapi kasus serupa dengan lessor yang berbeda-beda. Pandemi COVID-19 memang telah menghantam dunia penerbangan dengan cukup keras. Penutupan perbatasan di hampir seluruh negara menyebabkan jumlah penerbangan menurun drastis dari kondisi sebelumnya. Kondisi keuangan maskapai pun menjadi terganggu sehingga berdampak pada kesul...